Selasa, 19 Oktober 2021

KESEPAKATAN KELAS SEBAGAI WUJUD NYATA MENUMBUHKAN BUDAYA POSITIF

 

1.4.a.10.2 AKSI NYATA - BUDAYA POSITIF

FORUM BERBAGI AKSI NYATA

CGP ANGKATAN 3

LUSI PRIYANTI

 

 

        Pendidikan adalah suatu proses memanusiakan manusia. Pendidikan tidak hanya diartikan kegiatan mentransfer ilmu pengetahuan dari guru ke murid. Namun pendidikan memiliki arti yang sangat luas. Perlu digaris bawahi kata memanusiakan manusia, artinya pendidikan harus mampu membentuk manusia yang cakap ilmu pengetahuan, cakap keterampilan dan cakap sikap. Menurut Ki Hajar Dewantara, “Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan”. Filosofi ini harus benar-benar dimaknai oleh seluruh komponen yang terlibat dalam pendidikan. Kebudayaan seperti apa yang ingin kita tanamkan? Bagaimana menanamkan kebudayaan tersebut ? Apa harapan dari tertanamnya berkebudayaan tersebut ?

     Pendidikan seyogyanya mampu menanamkan budaya positif pada anak didik. Cara pandang kita pada penanaman budaya positif sering salah, budaya positif sering dianggap sebagai bagian dari konsep stimulus-respon. Dimana, budaya positif dapat tertanam pada anak didik jika anak taat peraturan dan jika melanggar maka akan mendapat hukuman. Hukuman dianggap sebagai suatu upaya tepat agar anak didik dapat tetap disiplin. Cara pandang itu adalah hal yang keliru. Hukuman justru akan merampas kebutuhan dasar dari anak didik itu sendiri, sehingga muncul keinginan untuk memberontak pada diri anak. Guru semestinya menjadi seorang kontrol. Kontrol terhadap apa? Kontrol terhadap keyakinan peserta didik yang memiliki nilai kebajikan. Bagaiman keyakinan itu terbentuk? Keyakinan terbentuk karena ada motivasi. Motivasi untuk apa? Motivasi untuk dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Kebutuhan seperti apa? Kebuhan kasih sayang, perhatian dan sebagainya. Disinilah bisa tampak bahwa guru sebagai kontrol harus mampu meyakinkan anak didik bahwa mentaati suatu peraturan akan mampu memenuhi kebutuhan dasar anak itu sendiri. Agar dapat lebih memahami, kita dapat memperhatikan gambar di bawah ini:


 Gambar 1. Konsep Terbentuknya Budaya Positif dalam Komunitas / Kelas

        Gambar di atas menunjukkan bahwa budaya positif semestinya terbentuk karena adanya suatu motivasi perilaku. Motivasi muncul karena adanya  dorongan pemenuhan kebutuhan. Setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Dalam sebuah komunitas (kelas), seluruh kebutuhan mereka harus terpenuhi tanpa ada kecuali. Oleh sebab itu, perlu ada suatu keyakinan komunitas yang berbentuk suatu kesepakatan komunitas (kelas) agar seluruh kebutuhan tersebut terjamin. Dalam suatu aturan kesepakan tentu akan terjadi suatu pelanggaran sebagai tindakan inkonsisten terhadap aturan. Tindakan inkonsisten terhadap kesepakatan tentu memiliki suatu alasan. Mungkin tindakan itu muncul karena ada ketidak-sesuaian terhadap pemenuhan hak atau kebutuhannya baik di sekolah maupun di rumah. Oleh sebab itu, kita jangan mengambil hak / kebutuhan dasar lainnya dengan memberikan hukuman terhadap pelanggaran kesepakatan. Hukuman justru akan menambah permasalahan baru. Sebagai guru kita harus mampu meluruskan tindakan inkonsisten tersebut dengan menguatkan keyakinan komunitas (kesepakatan kelas) dengan restitusi. Restitusi mengingatkan bahwa setiap tindakan ada alasan dan setiap tindakan juga tentu harus dapat dipertanggung jawabkan baik kepada diri sendiri maupun kepada komunitas kelas.

Untuk lebih memahami tentang aksi nyata budaya positif, berikut ilustrasi penerapan budaya positif di lingkungan sekolah:

         Seorang guru ataupun siswa tentu memiliki kelas impian yang sesuai dengan harapannya. Maka guru tentu harus memiliki suatu visi untuk mewujudkan kelas impian tersebut. Kelas impian tak dapat terwujud hanya oleh satu orang atau dua orang saja, perlu kesepakatan seluruh kelas tentang kelas impian tersebut. Oleh sebab itu, guru sebagai manajer ataupun pemimpin pendidikan perlu menggali harapan-harapan siswa tentang kelas impian. Untuk itu, guru dapat memulainya dengan beberapa pertanyaan untuk menggali harapan siswa tersebut. Banyak pertanyaan yang bisa kita buat sebagai guru untuk mengeksplor harapan siswa. Adapun sebagai gambaran, berikut aksi nyata yang saya lakukan:

Ekplorasi kebutuhan anak dengan pertanyaan

1.      Menanyakan perasaan siswa tentang kelas

Anak-anak, apakah kalian merasa nyaman dengan kelas kalian?

(Jawaban anak mungkin ada yang memiliki pandangan yang berbeda)

Apakah kalian merasa senang berada di dalam kelas?

(Jawaban anak mungkin ada yang memiliki pandangan yang berbeda)

2.      Menanyakan kelas yang diimpikan

Kelas seperti apakah yang kalian inginkan? (Jawaban boleh tertulis)

(Jawaban anak akan beragam)

Jika siswa merasa kebingungan dalam menjawab, kita dapat memberikan opsi yang dapat mengarahkan pada jawabannya. Misalnya tanggapan dari sisi kebersihan, keamanan, dll.

Membentuk Kesepakatan Kelas

1.      Mengelompokan harapan siswa

Harapan kalian ternyata cukup beragam. Mari kita susun harapan kalian.

(Mengelompokkan harapan siswa yang memiliki kesamaan/ kemiripan)

2.      Membuat kesepatakan Kelas

Anak-anak, sekarang kita sudah mendapat harapan-harapan tentang kelas yang kalian impikan. Agar kelas impian ini menjadi kenyataan, mari kita buat suatu kesepakatan kelas. Kesepatakan ini sebagai beban tanggung jawab kalian terhadap diri kalian sendiri maupun kepada teman-teman kalian agar kelas impian terwujud.

Mari kita susun kesepatan kelas. Kira-kira menurut kalian apa konsekuensi jika ada yang melanggar kesepatan kelas? (biarkan siswa sendiri yang menentukan konsekuensi terhadap pelanggarannya)

Nah, sekarang kita sudah mendapatkan kesepatan kelas. Selanjutnya kita tanda tangan oleh seluruh siswa sebagai bukti kesiapan dalam menjalan kesepatan ini (seluruh siswa menandatangani kesepatakan kelas)

3.      Membuat Poster kesepatakan kelas yang ditempel di dinding.

Respon siswa terhadap kesepakatan kelas

-          Ada komitmen dari seluruh siswa untuk berusaha menepati kesepakatan kelas

-          Setiap tindakan, mereka berusaha mempertanggungjawabkannya

-          Ada sebagian siswa yang masih melanggar kesepakatan kelas

-          Tampak perubahan budaya positif yang terbentuk dalam keseharian siswa

Hambatan

-          Keragaman karakter siswa menyebabkan terdapat perbedaan pandangan terhadap kesepakatan kelas

-          Tindakan inkonsiten yang dibiarkan menyebabkan tindakan inkonsisten lainnya dari siswa lain

Tantangan

-          Perlu ada sebuah komitmen bersama untuk mewujudkan kelas impian

-          Pembentukan budaya positif membutuhkan waktu yang lama

-          Guru sebagai manajer, harus menjadi kontrol yang baik dengan tindakan yang tepat

 

Berikut poster hasil dari kesepakatan kelas yang diperoleh dari aksi nyata saya:

         


Gambar 2. Contoh Kesepakatan Kelas

Minggu, 17 November 2013

Profil SDN 4 Awirarangan

Nama Sekolah :
SDN 4 AWIRARANGAN

Kepala Sekolah :
H. Suandi, S.Pd.SD.

Guru : 
Iis Syamsiar Hayati, S.Pd.
Arsiti, A.ma.Pd.
Juriah, S.Pd.
Lusi Priyanti, S.Pd.
Riris Rismawati, S.Pd.
Mukhamad Salman, S.Pd.I.
Sandy Pratama Somantri, S.Pd.
Indah Puspasari, S.Pd.

Penjaga Sekolah:
Abas Basari

Alamat :
Jl. Eyang Weri Rt. 07 Rw. 06
Kelurahan Awirarangan
Kecamatan Kuningan
Kabupaten Kuningan

Jumlah Guru :
6 Perempuan
2 Laki-laki

Penjaga Sekolah :
1 Laki-laki